“KONSTITUSI DAN
PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA”
(Perubahan Undang-Undang
Dasar 1945)
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa
ini, banyak masyarakat Indonesia yang mengabaikan arti dari pancasila sebagai
dasar negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi. Bahkan banyak dari mereka yang
tidak mengetahui secara langsung makna konstitusi.
Dalam pengembangan Negara dan warga Negara yang demokratis, keberadaan
konstitusi demokrasi lahir dari Negara yang demokrasi. Namun demikian, tidak ada jaminan adanya konstitusi
yang demokratis akan melahirkan sebuah Negara yang demokratis. Hal itu
disebabkan oleh penyelewengan atas konstitusi oleh penguasa otoriter. Oleh
karenanya akan diuraikan mengenai unsur-unsur penting dalam konstitusi.
Dengan demikian
suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental
untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang
fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah.
Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan
untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
Namun di indonesia sendiri sejak dibentuknya UUD 1945 pada tanggal 18
agustus 1945 hingga sekarang telah mengalami banyak perubahan (amandemen). Hal
ini dikarenakan tuntutan masyarakat akan perubahan undang-undang dasar yang
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi demokrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Konstitusi
Dalam
arti luas, konstitusi adalah hukum tata negara yang mengatur hak dan
kewajiban warga Negara dan Negara itu sendiri. Konstitusi suatu Negara biasa di
sebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD).
Istilah konstitusi dalam bahasa Inggris constitution atau dalam
bahasa Belanda constitutie yang secara harfiah sering di terjemahkan
dalam bahasa indonesia undang undang dasar. Konstitusi yaitu keseluruhan
peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur secara
mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu
masyarakat. Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau
undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan,
pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta
perlindungan hak azasi manusia.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan
berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu
dibentuklah lembaga-lembaga negara. Menurut Montesquieu kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis
kekuasaan yaitu:
1) Kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif)
2) Kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan
(eksekutif)
3) Kekuasaan kehakiman (judikatif).
B.Tujuan dan Fungsi Konstitusi
Secara
garis besar konstitusi bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenang
pemerintah, menjamin hak-hak pihak yang diperintah (rakyat) dan menetapkan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sehingga pada hakekatnya tujuan utama
konstitusi yaitu pembatasan kekuasaan pemerintah disatu pihak dan jaminan
terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk dipihak lain.
Fungsi
konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem
politik dan sistem hukum Negara, konstitusi akan memberikan legitimasi pada
kekuasaan pemerintah, konstitusi akan menjadi dan sebagai penentu pembatas
kekuasaan sebagai fungsi konstitusionalisme, konstitusi merupakan instrumen
dari satu satunya pemegang kekuasaan yakni rakyat, konstitusi yang berjalan
baik akan membawa perubahan yang baik pula bagi negara.
C. Tahap Tahap Perkembangan Konstitusi Indonesia
(Perubahan Undang-Undang Dasar 1945)
Konstitusi
sebagai satu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal yaitu sejak zaman
yunani yang memiliki beberapa kumpulan hukum (semacam kitab hukum pada 624 –
404 SM) sehingga, sebagai Negara hukum Indonesia memiliki konstitusi yang
dikenal sebagai UUD 1945 yang telah dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juli
1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
yang mana tugas pokok badan ini sebenarnya menyusun rancangan UUD. Namun dalam
praktik persidangannya berjalan berkepanjangan khususnya pada saat membahas
masalah dasar Negara.
Diakhir
sidang I BPUPKI berhasil membentuk panitia kecil yang disebut panitia sembilan,
panitia ini pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk
menyetujui sebuah piagam jakarta yang menjadi naskah pembukaan UUD yaitu
menghilangkan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’ah islam bagi pemeluk-pemeluknya”
yang kemudian diterima dalam siding II BPUPKI tanggal 11 Julu 1945.
Setelah
itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli 1945 yang
diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan membentuk panitia
persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang. Sehingga
UUD atau konstitusi Negara Republik Indonesia disatukan ditetapkan oleh PPKI
pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh
komite nasional indonesia pusat (KNIP) pada tanggal 29 Agustus 1945. Dengan
demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu Negara modern karena telah
memiliki suatu sistem ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945.
Dalam
perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian
baik nama maupun subtansi materi yang dikandungnya, yaitu :
1.
UUD 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945
sampai 27 Desember 1949.
2.
Konstitusi republic Indonesia serikat yang lazim dikenal dengan sebutan
konstitusi RIS (17 Desember 1949 – 17 Agustus 1950).
3.
UUD 1950 (17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959).
4.
UUD 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia
dengan masa berlakunya sejak Dekrit Presiden pada 05 Juli 1959-1966
Pada
masa itu terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
- Presiden mengangkat ketua dan wakil ketua MPR/DPR
dan MA serta wakil ketua DPA menjadi menteri negara
- MPRS menetapkan soekarno sebagai presiden seumur
hidup
Setelah itu pada masa Orde Baru (1966-1998) pemerintah menyatakan akan
menjalankan UUD 1945 dan pancasila secara murni dan konsekuen, pada masa ini
konstitusi menjadi sangat sakral, diantaranya melalui sejumlah peraturan:
-
Ketetapan MPR nomor I/MPR 1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
-
Ketetapan MPR nomor IV/MPR/1983 tentang referendum yang antara lain
menyatakan bahwa bila MPR berkehendak merubah UUD 1945, terlebih dahulu harus
minta pendapat rakyat melalui referendum
-
UU no 5 tahun 1985 tentang referendum yang merupakan pelaksanaan TAP MPR
nomor IV/MPR/1983
Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah dilakukanya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang perubahan itu antara lain karena pada masa
orde baru kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataanya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada presiden, adanya pasal-pasal
yang terlalu luwes sehingga menimbulkan multitafsir.
Selanjutnya Pada masa
reformasi, UUD 1945 mengalami perubahan (Amandemen) berturut turut pada tahun
1999, 2000, 2001, 2002 dengan menggunakan naskah yang berlaku mulai 5 Juli 1959
sebagai standar dalam melakukan perubahan di luar teks yang kemudian di jadikan
lampiran yang tak terpisahkan dari naskah UUD 1945.
D.
Tujuan Perubahan UUD 1945
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar
seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi
negara demokrasi, negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan
perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan
kesepakatan diantaranya tidak mengubah pembukuan UUD 1945, tetap mempertahankan
susunan kenegaraan, kesatuan, atau lebih dikenal sebagai negara kesatuan
republik indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.
konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan
negara, dan setelah kita mengetahui makna, tujuan, dan fungsi konstitusi
diharapkan kita sebagai warga negara indonesia mengetahui batasan-batasan
kekuasaan dan hak-hak kita sebagai warga negara indonesia.
2.
UUD 1945 telah mengalami perubahan (amandemen) sebanyak 4 kali, hal itu
ditujukan agar UUD 1945 sebagai dasar negara tidak menyimpang dari tatanan
prinsip-prinsip demokrasi.
3.
Setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional, selanjutnya yang harus
dilakukan adalah pelaksanaan UUD 1945. Mulai dari konsolidasi norma hukum
hingga dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara.
SEJARAH KONSTITUSI
Sebenarnya. konstitusi (constitution) berbeda
dengan Undang-Undang Dasar (Grundgezets), dikarenakan suatu
kekhilafan dalam pandangan orang mengenai konstitusi pada negara-negara modern
sehingga pengertian konstitusi itu kemudian disamakan dengan Undang-Undang
Dasar. Kekhilafan ini disebabkan oleh pengaruh faham kodifikasi yang
menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis, demi mencapai kesatuan hukum,
kesederhanaan hukum dan kepastian hukum. Begitu besar pengaruh faham
kodifikasi, sehingga setiap peraturan hukum karena penting itu harus ditulis,
dan konstitusi yang ditulis itu adalah Undang-Undang Dasar.
Secara
umum terdapat dua macam konstitusi yaitu :
1) Konstitusi tertulis dan
2) Konstitusi tak tertulis.
Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis
atau Undang-Undang Dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan,
pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta
perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak
memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini,
aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak asasi
manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen,
baik dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna
Charta yang berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia
rakyat Inggris. Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam
berbagai dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka
Inggris masuk dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai
pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan
jenis kekuasaan itu dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan
itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis
tugas atau kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka adalah
pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis
kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah :
1.
Kekuasaan
membuat peraturan perundangan (legislatif)
2.
Kekuasaan
melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif)
3.
Kekuasaan
kehakiman (yudikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi
atau dipisahkan di dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku
karangannyaStaatsrecht over Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat
macam yaitu :
1.
Pemerintahan (bestuur)
2.
Perundang-undangan
3.
Kepolisian
4.
Pengadilan.
Van Vollenhoven menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu
luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu
kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang
jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa
untuk melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata
Negara di Indonesia mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia
mengusulkan untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan
Kejaksaan dan Kekuasaan Pemeriksa Keuangan untuk memeriksa keuangan negara
serta menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam
suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu
diurus oleh suatu badan atau lembaga tersendiri yaitu:
1.
Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2.
Kekuasaan
melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3.
Kekuasaan
kehakiman (yudikatif)
4.
Kekuasaan
kepolisian
5.
Kekuasaan
kejaksaan
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang
memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi
harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih
lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam
konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang
besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi
otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan
konstitusi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi
apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang
berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena
itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai perubahan
konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa
sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan
berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan
dari sekelompok orang belaka.
Pada
dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan
di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa
apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang
berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh
hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu
konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap
konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan
perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari
konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
PERKEMBANGAN KONSTITUSI DI INDONESIA
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
sepakat utntuk menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis
dengan segala arti dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai
sesuatu ”revolusi grondwet” telah disahkan pada 18 Agustus
1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang
dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, sekalipun
Undang-Undang Dasar 1945 itu merupakan konstitusi yang sangat singkat dan hanya
memuat 37 pasal namun ketiga materi muatan konstitusi yang harus ada menurut
ketentuan umum teori konstitusi telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945
tersebut.
Pada
dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian itu memang
sudah dilihat oleh para penyusun UUD 1945 itu sendiri, dengan merumuskan dan
melalui pasal 37 UUD 1945 tentang perubahan Undang-Undang Dasar. Dan apabila
MPR bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal 37 UUD 1945 , sebelumnya hal itu
harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh Rakyat Indonesia melalui suatu
referendum.(Tap no.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo. Tap no.IV/MPR/1983 tentang
referendum)
Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap dan
menjadi salah satu agenda sidang Tahunan MPR dari
tahun 1999 hingga perubahan ke empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002
bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya komisi konstitusi yang bertugas
melakukan pengkajian secara komperhensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan
ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang pembentukan komisi Konstitusi.
Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada
empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :
1.
Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
(Penetapan
Undang-Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945, Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar.
Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan
oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami
beberapa proses.
2.
Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
(Penetapan
konstitusi Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak
luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di
Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti
negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan
sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi
Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan
diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD
yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk
negara Republik Indonesia Serikat saja.
3.
Periode
17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
(Penetapan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950)
Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik
Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya
bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara
Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan
dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah
Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat
untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara
kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang
baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu
rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus
1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah
undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.
4.
Periode 5 Juli 1959 – sekarang
(Penetapan
berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali
Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang
Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
PERUBAHAN
UUD 1945
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia.
Perubahan UUD 1945
dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR dari 1999
hingga 2002 . Perubahan pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999.
Arah perubahan pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan
memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000. Perubahan kedua menghasilkan rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan¬-ketentuan terperinci tentang HAM.
Perubahan ketiga
ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001. Perubahan tahap ini mengubah dan atau
menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan bemegara,
kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan
tentang Pemilihan Umum. Sedangkan perubahan keempat dilakukan dalam Sidang
Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentang
kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan
Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan
kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.
Empat tahap perubahan UUD
1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Naskah asli UUD 1945
berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan menghasilkan 199
butir ketentuan. Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945,
hanya 25 (12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya,
sebanyak 174 (88%) butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah
mengalami perubahan.
Dari sisi kualitatif,
perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena mengubah prinsip kedaulatan
rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD
1945 berkedudukan sederajat dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup
wewenangnya masing-masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang
sangat besar (concentration of power and responsibility upon the President)
menjadi prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances).
Prinsip-prinsip tersebut menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu
negara hukum yang demokratis.
Setelah berhasil
melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus dilakukan
adalah pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945
harus dilakukan mulai dari konsolidasi norma hukum hingga dalam praktik
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 harus menjadi
acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan
negara dan kehidupan warga negara (the living constitution).
Konstitusi Sebagai
Piranti Kehidupan Negara Yang Demokratis
Sebagaimana
dijelaskan diawal, bahwa konstitusi berpesan sebagai sebuah aturan dasar yang
mengatur kehidupan dalam bernegara dan berbangsa maka aepatutnya konstitusi
dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negra dan warga Negara . Kontitusi
merupakan bagian dan terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga
Negara. Jika Negara yang memilih demokrasi, maka konstitusi demokratis
merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi dinegara tersebut.
Setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi demokratis haruslah
memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri.
LEMBAGA
NEGARA PASCA AMANDEMEN
Sebagai kelembagaan
Negara, MPR RI tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga tertinggi Negara
dan hanya sebagai lembaga Negara, seperti juga, seperti juga DPR, Presiden, BPK
dan MA. Dalam pasal 1 ayat (2) yang telah mengalami perubahan perihal
kedaulatan disebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang dasar sehingga tampaklah bahwa MPR RI tidak lagi menjadi
pelaku/pelaksana kedaulatan rakyat. Juga susunan MPR RI telah berubah
keanggotaanya, yaitu terdiri atas anggota DPR dan Dewan Perakilan Daerah (DPD),
yang kesemuanya direkrut melalui pemilu.
Perlu dijelaskan pula bahwa susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga mengalami perubahan, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga Negara yang dihapus maupun lahir baru, yaitu sebagai Badan legislative terdiri dari anggota MPR, DPR, DPD, Badan Eksekutif Presiden dan wakil Presiden, sedang badan yudikatif terdiri atas kekuasaan kehakiman yaitu mahkamah konstitusi (MK) sebagai lembaga baru, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga lembaga baru. Lembaga Negara lama yang dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan pemeriksa keuangan tetap ada hanya diatur tersendiri diluar kesemuanya/dan sejajar.
Tugas dan kewenagan MPR RI sesudah perubahan, menurut pasal 3 UUD 1945 ( perubahan Ketiga ).
a. Majelis Permusyawaran Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD
b. Majelis Permusyawaran Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
c. Majelis Permusyawaran Rakyat hanya dapat memberhentikan presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar ( impeachment ).
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
* Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
* Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
* Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
* Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
* Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
* Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
Tugas Lembaga Tinggi Negara sesudah amandemen ke – 4 :
A. MPR
· Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
· Menghilangkan supremasi kewenangannya.
· Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
· Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
· Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
· Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
B. DPR
· Posisi dan kewenangannya diperkuat.
· Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
· Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
· Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
C. DPD
· Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
· Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
· Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
· Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
D. BPK
· Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
· Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
· Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
· Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
E. PRESIDEN
· Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
· Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
· Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
· Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
· Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
· Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
F. MAHKAMAH AGUNG
· Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
· Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
· Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
· Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
G. MAHKAMAH KONSTITUSI
· Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
· Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
· Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
H. KOMISI YUDISIAL
· Tugasnya mencalonkan Hakim Agung dan melakukan pengawasan moralitas dan kode etik para Hakim.
Perlu dijelaskan pula bahwa susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga mengalami perubahan, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga Negara yang dihapus maupun lahir baru, yaitu sebagai Badan legislative terdiri dari anggota MPR, DPR, DPD, Badan Eksekutif Presiden dan wakil Presiden, sedang badan yudikatif terdiri atas kekuasaan kehakiman yaitu mahkamah konstitusi (MK) sebagai lembaga baru, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga lembaga baru. Lembaga Negara lama yang dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan pemeriksa keuangan tetap ada hanya diatur tersendiri diluar kesemuanya/dan sejajar.
Tugas dan kewenagan MPR RI sesudah perubahan, menurut pasal 3 UUD 1945 ( perubahan Ketiga ).
a. Majelis Permusyawaran Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD
b. Majelis Permusyawaran Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
c. Majelis Permusyawaran Rakyat hanya dapat memberhentikan presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar ( impeachment ).
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
* Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
* Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
* Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
* Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
* Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
* Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
Tugas Lembaga Tinggi Negara sesudah amandemen ke – 4 :
A. MPR
· Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
· Menghilangkan supremasi kewenangannya.
· Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
· Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
· Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
· Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
B. DPR
· Posisi dan kewenangannya diperkuat.
· Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
· Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
· Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
C. DPD
· Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
· Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
· Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
· Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
D. BPK
· Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
· Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
· Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
· Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
E. PRESIDEN
· Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
· Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
· Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
· Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
· Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
· Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
F. MAHKAMAH AGUNG
· Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
· Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
· Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
· Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
G. MAHKAMAH KONSTITUSI
· Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
· Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
· Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
H. KOMISI YUDISIAL
· Tugasnya mencalonkan Hakim Agung dan melakukan pengawasan moralitas dan kode etik para Hakim.
TATA
URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN
menurut
Undang Undang No. 10 tahun 2004 jenis
dan tata urutan/susunan (hirarki) peraturan
perundang-undangan sekarang adalah sebagai berikut :
1.
UUD-RI tahun 1945
2.
Undang-undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu);
3.
Peraturan Pemerintah (PP);
4.
Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan lembaga negara atau
organ/badan negara yang dianggap sederajat dengan Presiden antara lain :
Peraturan Kepala BPK, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum
(KPU), Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan
Komisi Yudisial,
5.
Peraturan Daerah Propinsi;
6.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
7.
Peraturan Desa (Perdesa).
EmoticonEmoticon